Pernahkah kalian memperhatikan gelembung-gelembung yang muncul saat menyeduh kopi manual brew atau saat menuang kopi kedalam cangkir? Pernahkah terpikir, apakah gelembung-gelembung tersebut dapat mempengaruhi rasa kopi?
Pada kesempatan kali ini, kami telah melakukan sebuah eksperimen di mana kami berusaha menemukan korelasi antara gelembung dan persepsi rasa pada kopi.
Dalam eksperimen ini, kami menggunakan satu liter kopi manual brew yang merupakan hasil dari 3 kali penyeduhan yang kemudian dicampur menjadi satu. Kopi tersebut kemudian kami tuangkan ke dalam lima cupping bowls secara merata namun dengan teknik menuang yang berbeda-beda. Perbedaan teknik menuang inilah yang kami gunakan sebagai variabel pembanding, ditambah pengamatan jumlah dan ukuran gelembung-gelembung yang dihasilkan saat kopi dituang.
Pada cupping bowl A, kopi dituang selambat mungkin untuk meminimalisir munculnya gelembung.
Kemudian cupping bowl B, kopi dituang dari ketinggian 15 cm di atas permukaan meja, lalu ditinggikan lagi menjadi 25 cm untuk cupping bowl C
Nah, untuk cupping bowl D dan E, kopi dituang melalui aerator (alat penghasil gelembung yang biasa digunakan untuk wine) yang berbeda. Jenis aerator yang digunakan adalah aerator handheld dengan 2 lubang untuk D, dan aerator in-bottle dengan 1 lubang untuk E.
Lantas, seperti apakah gelembung-gelembung yang dihasilkan dari masing-masing teknik menuang ini?
Berbicara dari sisi banyaknya gelembung, kopi pada cupping bowl C memiliki gelembung paling banyak, diikuti oleh kopi pada cupping bowl D, kemudian B dan terakhir E. Tentu saja kopi pada cupping bowl A tidak menghasilkan gelembung sama sekali. Dari sisi besarnya ukuran gelembung, kopi pada cupping bowl D terlihat memiliki gelembung paling besar, diikuti oleh kopi pada cupping bowl E, sementara B dan C sama-sama memiliki gelembung yang lebih kecil.
Nah sekarang,masuk ke pertanyaan utama: apakah gelembung-gelembung ini mempengaruhi rasa pada kopi yang digunakan?
Sebelum menyeruput kopi dari ke-lima cupping bowl tersebut, kami terlebih dulu mengukur nilai TDS (Total Dissolved Solids) dan Brix dengan menggunakan refractometer Atago dengan tipe PAL-COFFEE (BX/TDS). Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Suhu cairan kopi pada saat pengukuran: 28º Celcius
Cupping Bowl | TDS (%) | Brix (º) |
---|---|---|
A | 1.32 | 1.67 |
B | 1.35 | 1.70 |
C | 1.37 | 1.73 |
D | 1.30 | 1.64 |
E | 1.30 | 1.64 |
Bisa dilihat perbedaan antara nilai TDS dan Brix dari ke-lima cupping bowl
Untuk yang belum mengetahui, satuan Brix biasa digunakan untuk mengukur kadar gula yang terkandung dalam sebuah larutan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai Brix, salah satunya memang dengan mengukur index refraksi. Namun dalam pengukuran Brix dengan menggunakan refractometer, bila larutan yang digunakan mengandung banyak partikel lain selain gula, maka nilai yang terukur sebenarnya bukanlah kadar gula saja, melainkan keseluruhan partikel dan mineral yang terkandung dalam larutan tersebut. Dengan kata lain: jumlah padatan yang terlarut, atau total dissolved solids. Terlihat juga pada tabel di atas bahwa nilai TDS dan Brix ini sebenarnya berbanding lurus. Hubungan dan penghitungan antara % TDS dan ° Brix dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Source: https://www.coffeelabequipment.com/TDS_AND_BRIX.jpg
Singkat kata, nilai yang dihasilkan dari refractometer ini sebenarnya tidak memberikan dua penilaian yang berbeda, namun hanya merupakan konversi nilai satuan yang berbeda. Ibarat mengukur suhu dengan menggunakan termometer, satuan yang dihasilkan bisa saja Celcius atau Fahrenheit.
Sekarang, memasuki ke penjelasan persepsi rasa dari masing-masing cupping bowl, kopi A mempunyai rasa yang paling intens serta bodi yang paling berat. Nah, mulai dari cupping bowl B dan C, persepsi intensitas dan bodi pada kopi mengalami pengurangan. Ini dikarenakan faktor aerasi atau masuknya oksigen ke dalam larutan, yang terjadi saat kopi mengalami kontak dengan cupping bowl dan dipengaruhi oleh ketinggian posisi menuang. Semakin tinggi posisi menuang, semakin besar gaya hentakan kopi pada cupping bowl, maka semakin banyak udara yang masuk. Sesuai dengan analisa tersebut, persepsi intensitas cupping bowl C sedikit lebih rendah dibandingkan cupping bowl B.
Begitu halnya dengan cupping bowl D dan E yang menggunakan aerator wine, di mana lubang samping aerator wine tersebut memaksa udara untuk masuk ke dalam larutan kopi. Khususnya pada kopi E yang dialirkan melalui aerator satu lubang, tekanan udara yang masuk akan lebih tinggi, sehingga jumlah oksigen yang tercampur pada larutan kopi pun semakin banyak, menghasilkan larutan kopi dengan persepsi intensitas paling rendah dan bodi paling ringan.
Hal lain yang menarik yang dapat diamati adalah semakin tinggi tingkat aerasi, walaupun persepsi intensitas pada kopi berkurang, namun persepsi kejernihan rasa atau clarity sangatlah meningkat. Hal ini disebabkan karena udara dapat membantu melepaskan aroma yang terjebak dalam larutan cair. Aroma-aroma yang lemah akan hilang, sedangkan aroma yang kuat akan semakin jelas. Sehingga, kejernihan tiap komponen flavour pada kopi menjadi jelas sekali, walaupun intensitas keseluruhannya berkurang.
Jadi, apakah gelembung dapat mempengaruhi rasa kopi?
Sulit bagi kami untuk menggunakan gelembung sebagai parameter, karena belum kami temukan cara yang tepat dan mudah untuk mengukur gelembung. Namun, kami dapat mengatakan bahwa salah satu penyebab gelembung muncul adalah faktor aerasi.
Akhir kata, bukan gelembung lah yang sebenarnya mempengaruhi rasa kopi, namun saat kita memasukkan partikel udara atau proses aerasi inilah yang dapat mempengaruhi persepsi rasa pada kopi.
Tags: ALL COFFEE
Andre • 5 years ago
Bisa dibilang dengan kita melakukan aerasi pada kopi, bisa menghilangkan hint dan memperkuat main note pada kopi yg kita swduh?
Andre • 5 years ago
Bisa dibilang dengan kita melakukan aerasi pada kopi, bisa menghilangkan hint dan memperkuat main note pada kopi yg kita swduh?
Putra • 5 years ago
Kalau begitu aerasi atau penuangan bisa menaikan atau menurunkan tds dan brix ?