Third Wave Coffee: Apa Sih Maksudnya?

Jun 28, 2019
Share

Dan kemungkinan besar, istilah “third wave” ini sudah banyak didengar, bahkan terkenal di berbagai lokasi. Yang pasti, istilah ini sedang menjadi sebuah tren yang digunakan oleh para pebisnis kopi dalam menarik perhatian konsumen.

Lantas, apakah definisi sebenar dari “third wave” ini? Lalu, bagaimana dengan istilah “specialty coffee”? Apakah mereka serupa?

Mari kita mulai dengan menjawab pertanyaan yang pertama.

Istilah “third wave” sendiri kalau diterjemahkan ke bahasa kita artinya adalah “gelombang ketiga. Ini menandakan kalau sebelum munculnya gelombang ketiga, telah terjadi “first wave” atau gelombang pertama serta “second wave” atau gelombang kedua.

Jadi, apa definisi dari “first wave” dan “second wave” ini?

Yang dinamakan sebagai “first wave” adalah saat orang-orang mulai mengenal dan menjadikan minuman kopi sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. Hanya saja, kopi-kopi yang tersedia sudah dalam bentuk bubuk yang tidak terlalu bergantung kepada kualitas; yang penting, there is a cup of coffee on the table.

Lalu, muncul yang namanya “second wave” yang dimulai dari akhir tahun 1960an hingga ke pertengahan tahun 1990an, dimana meminum kopi ini menjadi lebih identik dengan gaya hidup serta dimana era ini memperkenalkan jenis-jenis kopi yang lebih jelas akan kualitasnya.

Era “second wave” ini juga memperkenalkan bahwa yang namanya meminum kopi bukan sebatas menyeduh kopi hitam yang tidak mempunyai karakter rasa yang khas. Pelopor era kopi “second wave” seperti Starbucks dan Peet’s Coffee memperkenalkan konsumen ke sebuah pengetahuan bahwa yang namanya kopi itu beragam, mulai dari jenis ekstraksi, teknik menyeduh, hingga variasi minuman kopi. Bahkan, era “second wave” ini juga melahirkan popularitas dan eksistansi sosok yang disebut sebagai “barista”.

Sosok seorang barista ini mempunyai “kewajiban” untuk dapat mengedukasi para konsumen tentang variasi minuman kopi yang diseduh, terutama asal muasal biji kopi yang digunakan. Dari edukasi yang diberikan oleh barista kepada konsumen, terciptalah sebuah apresiasi terhadap apa yang disajikan

Inilah salah satu kata kunci yang melahirkan istilah “gelombang ketiga” atau “third wave” ini: apresiasi. Secara umum, konsumen seolah diajak untuk mengenal kopi secara lebih dalam melalui “cerita” yang disampaikan oleh sang barista. Topik yang diceritakan pun beragam: mulai dari asal muasal biji kopi yang digunakan, kualitas, profil sangrai, karakter rasa, aroma, hingga teknik menyeduh.

Pengalaman yang diberikan kepada konsumen ini juga merupakan bentuk kata kunci untuk mendefinisikan “third wave” ini: pelayanan konsumen atau customer service.

Lalu, bagaimana dengan istilah “specialty coffee”?

Istilah ini juga banyak terdengar, bahkan tidak jarang untuk istilah ini dikategorikan mirip dengan istilah “third wave”. Padahal, istilah “specialty” ini lebih mengarah kepada biji-biji kopi yang telah mendapatkan nilai 80 ke atas yang dinilai secara resmi oleh SCA (Specialty Coffee Association). Selain itu, terdapat beberapa poin yang digunakan sebagai syarat untuk biji kopi dapat menyandang status “specialty coffee” ini. Apa saja syarat-syarat nya?

Metode yang digunakan oleh SCA sendiri adalah dengan menggunakan sampel green beans sebanyak 300 gram, lalu dinilai melalui besar ukuran beans, level kelembapan, serta potensi defect atau kerusakan dengan melihat fisik beans ini. Basically, green beans yang dapat dinilai sebagai “specialty” adalah beans yang mempunyai level kelembapan antara 10% hingga 13% dan tidak mempunyai lebih dari 5 jenis kerusakan dari total 300 gram ini.

Jenis kerusakan ini sendiri terdiri dari dua kategori: primary defect dan secondary defect. Nah, untuk green beans dapat menyandang status “specialty”, there has to be zero primary defect, sementara untuk 5 jenis kerusakan seperti yang telah disebut diatas, ini mengarah ke secondary defect.

Nah, untuk biji-biji kopi yang dianggap tidak memenuhi syarat “specialty” ini , mereka masuk kedalam kategori yang lebih variatif seperti premium grade (Grade 2), exchange grade (Grade 3), dan lain sebagainya.

Gimana? Sudah lebih jelas akan perbedaan dari keduanya?

Singkatnya, yang namanya “third wave coffee” ini lebih mengarah kepada sebuah pengalaman dalam meminum secangkir kopi yang didukung oleh faktor-faktor seperti cerita dibalik asal muasal biji kopi yang digunakan hingga teknik menyeduh. Sementara, “specialty coffee” adalah sebuah sarana/produk yang dapat mendukung pengalaman “third wave” tersebut.

Pada akhirnya, untuk kita dapat merasakan pengalaman “third wave” ini, kita akan membutuhkan peran dari ketersediaan produk “specialty” tersebut. Dan, dengan semakin berkembangnya tren “third wave” ini, akan semakin banyak juga konsumen yang mencari serta mengedepankan kualitas/pengalaman, that in turn juga akan semakin menjamin keberadaan produk “specialty” ini.

Berdasarkan dari penjelasan diatas, bisa ditebak bahwa mungkin sekarang juga sudah mulai era “fourth wave”. Jawabannya: memang sudah mulai, tapi definisi dari “fourth wave” ini masih berbeda-beda. Mungkin, kita akan bisa diskusikan ini di tulisan selanjutnya.

 

Source:
https://www.craftbeveragejobs.com/the-history-of-first-second-and-third-wave-coffee-22315/

https://www.perfectdailygrind.com/2017/04/third-wave-coffee-different-specialty/

https://www.perfectdailygrind.com/2017/01/7-green-bean-defects-roasters-producers-need-recognise/

http://www.coffeeresearch.org/coffee/scaaclass.htm

“God In A Cup: The Obsessive Quest for the Perfect Coffee” by Michaele Weissman

Tags: ALL COFFEE

1 Comments
Abi • 4 years ago

Sangat informatif sekali kak. Third wave coffe menurut saya juga perpindahan budaya ngopi dari tradisional ke modern coffee shop. Yakni dewasa kini ngopi tidak hanya menyeruput kopi hitam gula dan air panas. Tetapi ngopi dengan berbagai varian beans pilihan dengan standar kualitas dan kesehatan.